Toleransi pada anak mengambil peran penting dalam kehidupannya. Toleransi tak hanya melulu soal ras, suku dan agama. Kepemilikan barang merupakan salah satu contoh mengasah pemahaman toleransi. Benarkah?
“Bunda, kok teman kakak yang namanya Joan nggak ada jadwal solat? Dia kok nggak puasa ramadhan kayak aku?”
Suatu sore di ramadhan tahun 2017, kalimat tanya itu muncul dari bibir anak pertamaku. Melihat teman di sekolahnya tidak menjalankan ibadah puasa ramadhan karena berbeda keyakinan. Sedangkan dirinya berjuang menahan nafsu, emosi negatif serta tidak makan dan minum selama waktu berkegiatan di sekolah sampai waktu yang kami sepakati saat puasa Ramadhan.
Kal sudah belajar puasa sejak usianya menginjak 3 tahun. Tak ada paksaan, semua murni karena dia melihat orangtua dan keluarga lainnya menjalankan ibadah ramadhan bersama. Bahkan setiap satu tahun sekali, kami selalu menghadiri kegiatan keagamaan sanak keluarga yang berbeda keyakinan.
Arti kata toleransiToleransi. Satu kata yang akhirnya kita sampaikan kepada anak-anak dengan cara yang smooth. Sederhananya, toleransi adalah sikap saling menghormati dan menghargai. Awalnya, toleransi lebih untuk menghargai perbedaan ras dan agama. Namun kita juga bisa lho mengajarkan makna toleransi pada anak dengan cara yang lebih luas lagi.
Contoh menanamkan sikap toleransi pada anak
- Menghargai orang dengan disabilitas
- Menghargai perbedaan pendapat dengan teman atau saudara
- Mau belajar dari orang lain
- Menolak ketidakadilan
- Saling tolong-menolong
- Kemampuan mengelola emosi diri
Bicara soal kemampuan mengelola emosi diri, itu penting sekali diasah sejak usia dini. Karena minimnya pengelolaan emosi akan menjadi bibit intoleransi. Akibatnya kita akan sering menghindar dari tanggungjawab atau perasaan terluka dan kecewa.
Bagi para orangtua, pernah nggak kalian mendapati kasus anak anda berebut mainan? Baik itu anak kita dengan saudaranya sendiri atau dengan temannya. Padahal awalnya mereka asyik main bareng. Eh ternyata anak anda merebut mainan yang sedang dipegang temannya. Otomatis temannya itu akan menangis.
Apa yang kalian lakukan jika melihat kondisi seperti itu?
Sepengetahuan Kak Niken, biasanya orangtua akan membujuk anaknya untuk tidak menangis dan membiarkan saja temannya bermain dengan mainan yang diperebutkan tadi. Tahukah anda, bisa jadi hal yang kalian lakukan itu salah!
Sebaiknya cari tahu dulu awal mula kejadian seperti apa dan bagaimana. Beberapa kali kejadian kakak Kal sedih bahkan pernah juga menangis saat temannya merebut mainannya. Jujur dalam hati Kak Niken, ada rasa nggak enak ke orangtua teman, karena kakak Kal tidak mau meminjamkan mainannya.
Pernah sesekali membujuk anak untuk bersikap “Ya udahlah pinjamkan saja, kamu bisa pakai mainan lainnya kan?” Tapi ada rasa getir dalam dada. Kok seperti menghianati nilai-nilai yang selama ini dibangun? Padahal anak kita disaat itu memang belum mau meminjamkan. Tapi yakinlah menit kesekian mereka akan kembali bermain bersama dan saling meminjamkan mainan.
Baca juga: Pola Asuh Anak dimasa Pandemi
Sesungguhnya kalau kita usut kejadian dan pahami emosi anak kita sebagai pemilik mainan tentu kita tak bisa menyuruh anak kita merelakan mainannya karena tidak mendapat izin darinya. Disitulah pentingnya mengajarkan sikap toleransi dengan makna terutama soal kepemilikan.
Mengolah keterampilan mengelola emosi dan diri sendiri sehingga mampu menumbuhkan rasa cinta kasih dan mau memahami orang lain. Tanpa “ngedumel” akan haknya. Karena sesuatu yang “dipaksa” itu akan memberi dampak buruk pada kehidupan toleransi di masa mendatang.
Disitulah makna kepemilikan suatu barang. Konsep itu membuat anak paham, mana benda yang menjadi miliknya dan bukan miliknya. Yang bebas dimainkan dan yang harus melalui izin pemiliknya lebih dahulu sebelum digunakan. Karena toleransi bukan memaksa anak menyerahkan apa yang menjadi miliknya dan belum diizinkan olehnya untuk dipinjamkan pada temannya.
Cara ajarkan toleransi pada anakCara mengajarkan toleransi pada anak
-
Tunjukkan cinta
Rasa hormat dan cinta anda pada anak akan tampak di hadapan mereka. Diawali dengan mencintai diri sendiri.
-
Membangun harga diri anak
Ajarkan anak memandang positif pada dirinya sehingga ia mampu memandang positif orang lain. Buat mereka merasa nyaman dengan dirinya untuk eksplorasi dan tidak ragu berdebat dengan sehat
-
Tidak menilai pihak lain
Tahan diri untuk berkomentar yang menyangkut perbedaan ras, agama, suku. Dengan demikian anak akan belajar untuk selalu memaafkan dan menghargai perbedaan
-
Menghargai tradisi
Diskusikan makna tradisi keluarga dengan cara eksplorasi kegiatan berbau tradisi. Ajak mereka memperhatikan perbedaan makna tradisi dan hari raya agama lain.
-
Biarkan anak terpapar keragaman
Hal terbaik ketika anak mengalaminya sendiri secara langsung. Pengalaman menjelajah dan berkenalan dengan lebih banyak orang dan ragam profesi serta tradisi dan keanekaragaman nilai dan budaya. Penting bagi anak bahwa id memiliki “suara” untuk berkata tidak dan berpegang teguh pada prinsipnya
-
Pilih dan pilah media untuk anak
Seperti yang kita ketahu bahwa media yang ditonton, dibaca dan didengar anak juga turut memberi pengaruh. Walau dunia ini tidak mungkin steril dengan nilai keluarga tapi penting mengajarkan anak pondasi awal yang kokoh dan selalu berdiskusi.
Toleransi dan kepemilikan pada anakBaca juga: Anak Moody, Begini Cara Mengatasinya
Balik lagi soal kepemilikan barang pada cerita diatas, bahwa konsep “harus sharing” tak bisa digeneralisir pada setiap anak. Ada batasan usia minimal untuk memahami konsep kepemilikan tersebut. Usia 1-3 tahun, ini disebut dengan fase egosentris, dimana anak akan sangat dekat dengan benda-benda miliknya. Namun disisi lain anak sedang belajar bekerjasama. Itulah pentingnya orangtua untuk berdiri dan berada di garis depan untuk menanamkan nilai dan toleransi pada anak.
Karena hal-hal diatas akan berpengaruh pada kematangan emosional anak. Misalnya pengalaman bekerjasama, saling toleransi dan menahan diri. Yang berkaitan dengan kecerdasan emosi dan sosial anak yang terus berkembang pada masing-masing anak. Contoh toleransi apa yang sudah kalian ajarkan ke anak-anak? Yuk sharing di kolom komen.
Waah toleransi dr kecil ya berbagi mainan. Ngaja mainan bareng maksudnya. Makin gede diajarin nyumbang dan sedekah ke yg ga mampu. Semoga anak anak kita jadi pribadi yg punya kepekaan tinggi ya kak
Aamiin. Iya salah satu bentuk kegiatannya seperti itu ya mba.
Pas banget nibartikelnya buat aku kak…anakku 2 tahun sama kakaknya yang 8 tahun aja kadang masih rebutan mainan . Tapi si kakak banyakan ngalah sih. Yang masih bingung gimana ngasih pengertian sama si kecil nih
PR banget emang ya unuk adiknya diusia dibawah 5 tahun. Tetap beri pengertian terus dan informasikan tentang berbagi dan kepemilikan.
setuju kaka, belajar toleransi sejak dini itu penting bangeut , aku suka part ” Tunjukan Cinta ” jadi tagline bagus bangeut ini, ini ilmu buat aku kelak jadi orang tua ,,
Uhuyyyy….. semoga disegerakan ya supaya bisa praktek hehe
Kontennya Kak Niken selalu kereeen. Anak ku juga lagi dalam masa pengelolaan emosi dalam hal kepemilikan juga. Thanks buat konten berfaedahnya
Masyaallah tabarakallah. Kita sama-sama terus belajar bareng ya mbak. Karena ilmu berkembang hehe
Kepemilikan ini sering disepelekan. Sering melihat ortu yang memaksa anaknya yang kebih tua ‘mengalah’ karena mainan miliknya direbut adik. Begitu juga ketika bermain di luar rumah. Padahal, di sini lah prinsip dasar mengajarkan milik saya dan milik orang lain.
Anak yang lebih tua kudu mengalah, itu jadi pergolakan batin banget buatku dan pastinya buat anak pertama. PAdahal memang itu hak anak untuk meminjamkan saatitu atau menunda ya. HArus ada sama-sama saling pengertian tentang hak milik dan kepemilikan untuk sharing.
Setuju banget ilmu Parenting nya ini, mengajarkan toleransi memang tidak bisa instan dan memang harus sejak dini
Yes kak. Proses itu lebih penting. Dan lakukan sejak usia dini dari hal yang biasa dilakukan.
Aku setuju nih, kak.. Orang dewasa harus banyak belajar dan jadi teladan untuk kepemilikan dan toleransi ini
Iya kak. Orang tua adalah role model anak-anak banget ya