Sumber Pangan Dari Hutan Gunung Kidul seperti apa sih?
Hai Moms… Semangat pagi! Kak Niken mau tanya nih, apa sih yang ada dalam pikiran kalian jika kita berbicara tentang Gunung Kidul, Yogyakarta. Pantai. Goa. Hutan. Pepohonan kering. Gersang. Batuan kapur. Tanah yang tandus.
Kira-kira seperti itukah image kita ketika mendengar kata Gunung Kidul?
Nggak salah sih memang. Tapi bagi saya, Gunung Kidul itu juga eksotis. Hah?! Kok bisa? Bagi penikmat wisata alam, Gunung Kidul memiliki banyak deretan pantai, pegunungan, goa dan lainnya. Masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Tertutama deretan pegunungan dan hutan yang terhampar luas di sepanjang jalan. Itulah kenapa saya sebut Gunung Kidul tanah yang eksotis.
Hutan Wanagama. Pict by https://twitter.com/jogja24jamSetiap kali pulang kampung ke Gunung Kidul, saya selalu menemukan hal baru yang berubah. Ya, hutannya! Beberapa hal yang saya perhatikan, mulai berdiri resort atau tempat penginapan bahkan pembukaan lahan untuk tempat rekreasi baru. Dengan tujuan menambah daya tarik dan pengunjung dari berbagai wilayah.
Di satu sisi, hal tersebut memang bisa meningkatkan perekonomian warga sekitar. Namun apakah pengelolaan dan pengembangan hutannya sudah sesuai dengan standar untuk lingkungan, itulah yang harus menjadi perhatian.
Baca juga :
Tahukah kamu bahwa hutan di Gunung Kidul ternyata merupakan salah satu penyumbang tanaman pangan terbesar di wilayah Yogyakarta? Menurut laman media sorotgunungkidul.co, pada tahun 2018 target panen tanaman pangan seperti padi, jagung dan umbi-umbian mesih tetap tinggi walaupun saat itu kondisi beberapa lahan pertanian sedang mengalami dampak bencana alam.
Satu hal yang membuat saya kangen dengan panganan daerah Gunung Kidul yaitu bahan-bahan yang mudah di dapatkan serta harganya pun murah dan rasanya itu unik. Favorit saya tentu saja tiwul dan gatot yang berbahan dasar singkong. Rasanya? Hmm…yummy.
Ternyata singkong mampu memenuhi kebutuhan karbohidrat masyarakat kita. Kedua panganan tersebut bahan bakunya (singkong) sangat mudah ditemukan, melimpah ruah karena hutan kita merupakan sumber pangan walaupun dalam kondisi kekeringan.
Pohon singkong pict by.kecamatankembang.wordpress.comSingkong salah satu andalan hasil bumi sumber pangan lokal. Penanganan pasca panen ketika musim paceklik pun mudah. Suatu hari pernah melihat ibu saya melakukan proses tersebut untuk membuat gatot atau tiwul.
Tahap pertama membuat gatot atau tiwul, yaitu:
- Kupas kulitnya
- Potong singkong kecil-kecil
- Cuci bersih
- Jemur hingga kering.
Pada tahap ini biasanya disebut dengan nama gaplek. Nah olahan lanjutan dari gaplek itulah yang bisa dibuat gatot atau tiwul.
Misal kita akan membuat tiwul, caranya :
- Singkong yang sudah kering (gaplek) ditumbuk sampai menjadi tepung, kemudian percikan sedikit air, lalu tumbuk lagi sampai didapatkan butiran kecil-kecil. Lalu sisihkan dahulu
- Panaskan dandang atau kukusan, jangan lupa alasi dengan menggunakan daun pisang
- Masukkan butiran kecil singkong tang sudah ditumbuk tadi dan tambahkan gula merah yang sudah diserut. Aduk rata.
- Kukus selama kurang lebih satu jam kemudian angkat.
Boleh ditambah kukusan kelapa parut agar lebih nikmat. Duh membayangkannya saja saya langsung teringat kampung halaman saya dan suasananya. Keunikan olahan pangan dari hutan itulah yang membuat saya selalu merasa kangen dengan Gunung Kidul.
Tiwul pict by. medium.comMungkin sebagian besar masyarakat di kota bertanya-tanya, apakah tiwul sebagai panganan dari hutan tersebut aman dikonsumsi dan memiliki kandungan gizi?
Tentu saja. Menurut lamam tribun news, Tiwul memiliki khasiat untuk memelihara kesehatan pencernaan, bagus untuk penderita diabetes karena kalori dari tiwul cukup rendah dibandingkan nasi. Dalam 100 gram tiwul terdapat energi sebesar 147 kkal. Terdiri dari 0,26 gram lemak, 35,08 gram karbohidrat, 1,25 gram protein. Selain itu daam 100 gram tiwul juga mengandung 192 mg sodium dan 250 mg kalium. So, kandungan gizi 100 gram tiwul setara dengan 7% dari angka kecukupan gizi (AKG).
Disinilah pentingnya kita menghargai kearifan lokal melalui pangan dan mengemasnya menjadi daya tarik wisata. Agar singkong tak lagi dianggap sebagai makanan orang kampung. Nyatanya singkong bisa menjadi salah satu olahan makanan yang mendunia, bahka bisa lebih terkenal dibandingkan pizza atau spageti.
Diawali dengan menjaga kearifan lokal khususnya hutan sebagai sumber makanan. Dan hindari monopoli hutan oleh pebisnis karena dapat merusak alam. Seperti yang ditulis republika.co.id bahwa Walhi menilai bahwa pemerintah harus memperketat perizinan terkait maraknya industrialisasi hutan.
Yuk kita sama-sama menjaga kearifan lokal dan bergandenan tangan dengan Walhi untuk menjaga bumi kita tercinta.
Selamatkan bumi dan jaga hutan kita!
Cakep, aku pengen bisa buat tampilannya kayak gini, gmn sih caranya kak Niken???
xiixi ini pilih aja themes nya di wordpress.
tiwul sudah jarang di temui deh mba, padahal aq suka banget loh selain memang enak juga mengenyangkan.
Iya sudah agak jarang ya mba. Di Jakarta juga biasanya dijual oleh mbok gendog gitu
aku kalo denger kata gunung kidul inget sama singkong dan tiwul, skrg justru aku lagi ngurangin nasi, dan nyarinya singkonhmg atau ubi
Uwoowww sedang gurangi konsumsi nasi ya mba. Sedang program kesehatan kah?
Waaah, saya mah suka banget sama hampir semua olahan singkong, singkong rebus dikasih santan juga enak, di buton sendiri, ada yang namanya kasoami, itu sebagai pengganti nasi yang enak banget 🙂
Emang best banget ya kalau olahan dari singkong itu. Dari yang harganya muah meriah bisa mahal juga hehe. Kudu dilestarikan nih ya
Singkong ini bisa diolah jadi pangan yang lezat, gampang pula bikinnya. Apalagi kalau pakai ragi jadi deh tape alias peuyeum ya kak
Iya tape singkong dibikin peuyeum khas Bandug ya mba Fenni. Mba fenni sering bikin peuyeum ya?
Suka banget ama singkong ini. Tapi bikinnya ya itu-itu aja, kalau gak goreng , direbus. Apalagi bikin kripik, si kecil sangat doyan sekali
Xixixi next singkongnya dibuat olahan tiwul yuk mba. Ehhh.. hehehe. Btw punya alat untuk bikin kripik mba?
Aku pernah ke Boyolali dan dikasih makan oleh warga sekitar dengan apa yang mereka tanam loh. Seperti sayur addas, yang aku baru pertama kali makan ternyata enak banget. Ternyata kita juga bisa terus melestarikannya ya.
Yes salah satu cara ikut melestarikan budaya bangsa dari segi konsumsi bahan pangan tradisional ya mba
iyap banyak cara sebenarnya untuk hidup lebih sehat. salah satu caranya konsumsi singkong.
Salah Satu Tanaman yang paling mudah di tanam dalam kondisi cuaca apapun ya mba. Ehhh ada tanaman lain yang mudah juga nggak ya?
pas awal bulan kemaren ke wonosari aku nyoba beberapa makanan khas salah satunya tiwul, selain cara pembuatannya rasanya juga unik ya ternyata
Whaaaa dalam rangka liburan atau bagaimana mba? Iya yaa rasanya unik dan pembuatannya itu berasa banget tradisionalnya hehe
Lihat ini jadi keinget uyutku. Dudlu dia sering bikin gaplek. Soalnya di kebunnya banyak banget tanaman singkong. Sampe bingung mau dibikin apa. Dijual terlalu murah, dikasih ke tetangga juga udah. Akhirnya dibikin gaplek. Katanya biar bisa dimasak kapan aja. Tapi aku lupa rasanya. Udah puluhan tahun lalu. 😀
Singkong sekarang udah banyak dimanfaatkan jadi makanan modern, apalagi tiwul udah jadi makanan favorit aku, makanan yang murah lagi sehat
What? Mbak Niken Gunkid? Aku, tepatnya mbahku jugaaa Gunkid tepatnya Wonosari. Aku baru sekali sih kesana tapi emang singkong tumbuh subur disana.
Asli gunkid aku mba Visya, Playen, Wonosari. Sama kayak mbak Renie IP Jkt. hihi
Singkong ini memang makanan khas banget ya.. singkong juga termasuk bahan olahan pangan yang bisa dijadikan banyak olahan pangan, dan pangananan dari singkong selain combro aku suka singkong thailand hehe
Aku suka banget sama tiwul mbak, apalagi kalo dimakan pas hujan-hujan. Aku jarang ke Yogyakarta, tapi disini pun banyak penjual tiwul. Tiap sore selalu ada penjual keliling.
Mbak niken. logo blognya pakai jenis font apa mbak? bagus banget..
Belakang rumah saya juga ada pohon singkong mbak…tapi seringnya dibakar atau direbus, di cocol pakai saus pedes..hihi