Aksara Pangan, Indonesia Food Culture Documenter baru-baru ini mampu membawa kami menyelami lebih dalam budaya Singkawang, Kalimantan Barat. Melalui kegiatan virtual meeting Seri Gastronomi Indonesia, Cang Nyiat Pan, alhasil wawasan kami mengenai budaya Cap Go Meh makin bertambah.
Acara yang diadakan pada 24 Februari 2021 lalu, dihadiri oleh para narasumber yang merupakan pakar budaya dan kuliner Tionghoa. Ada Chef Wira Hardiyansyah (IG @wirahardiyansyah2.0), Bapak Dr. Hasan Karman, SH, MM (IG @hasankarman_) dan Chef Meliana Christanty (IG @melianachristanty).
Dalam ingatan Kak Niken, perayaan ini baru benar-benar bisa diselenggarakan secara bebas dan merdeka setelah era reformasi di akhir 1990-an. Tepatnya pada masa pemerintahan Presiden keempat RI,alm. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Icon Cap Go MehApa Itu Cap Go Meh?
Salah satu perayaan etnis Tionghoa yang membuat kami kagum yaitu Cap Go Meh. Sebenarnya kami hanya menjadi bagian dari penikmat kebudayaannya saja, tanpa tahu maknanya dengan lebih detail.
Namun setelah ikut virtual meeting beberapa waktu lalu bersama Aksara Pangan, Kak Niken jadi lebih paham maknanya. Apa itu Cap Go Meh?
Jadi setiap 15 hari setelah tahun baru Imlek, etnis Tionghoa di Indonesia merayakan hari Cap Go Meh, yang juga merupakan penutup dari rangkaian perayaan tahun baru China.
Kata Cap Go Meh sendiri berasal dari dialek Tiociu atau Hokkien. Cap Go itu lima belas dan Meh itu malam. Sehingga Cap Go Meh adalah diartikan sebagai malam kelima belas.
Sedangkan dalam dialek Hakka dikenal dengan sebutan Cang Nyiat Pan yaitu cang nyiat adalah bulan satu dan pan itu pertengahan, sehingga berarti pertengahan bulan satu.
Sementara di negeri daratan Tiongkok, perayaan ini dalam bahasa mandarin disebut Yuan Shiau Ciek. Artinya festival malam bulan satu, yang juga dikenal dunia sebagai Lantern Festival. Perayaan ini biasanya dirayakan secara besar-besaran dengan adanya pawai, seperti yang sering diadakan di Singkawang.
Cap Go Meh Singkawang (pict by the Jakarta Post)Perayaan Cap Go Meh di Indonesia
Ketika ada atraksi Cap Go Meh, Kak Niken seringkali mengajak anak-anak ke mall untuk melihat pertunjukannya. Mereka sangat tertarik menyaksikan tarian Barongsai dan Liong (naga) meliuk-liuk dengan rangkaian atraksinya.
Ternyata di Indonesia, Cang Nyiat Pan dimulai abad ke 17, ketika terjadi migrasi besar dari Tiongkok Selatan. Namun bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia di akhir tahun 90-an.
Ketika perayaan Cap go Meh, di beberapa daerah melakukan tradisi unik. Contohnya di Singkawang, menurut Dr. Hasan Karman, SH, MM “Pada hari ke 12 (H-3) kota ini penuh dengan hiruk-pikuk kelompok “TATUNG””.
Mereka mengadakan pertunjukan ilmu kebal yang dilakukan oleh para Tatung, orang-orang kebal yang menunjukkan kesaktiannya. Ritual ini berdasarkan legenda dari mulut ke mulut mulai sejak abad ke-18.
Pertunjukan ilmu kebal oleh para Tatung bertujuan untuk mengusir roh jahat.
Namun ada banyak kegiatan lainnya yang diselenggarakan oleh etnis Tionghoa pada saat itu. Mereka akan berkumpul untuk bermain game penuh teka-teki, menyalakan kembang api dan petasan serta menyantap 8 jenis makanan serta lelang barang-barang yang sebelumnya diletakkan di altar.
Lelang cang nyiat panWisata Gastronomi Cang Nyiat Pan
Kuliner nusantara merupakan perpaduan antara Timur dan Barat. Masyarakat Tiongkok pada saat itu membawa beberapa pengaruh dalam hal bahan baku masakan, diantaranya membuat kembang tahu, tauco, bihun, kecap dan sejenisnya.
Tak sekadar bahan baku, ada juga dari sisi teknik memasak yang menggunakan penggorengan. Ada beberapa asimilasi yang akhirnya diadaptasi oleh masyarakat Indonesia diapatasi seperti menumis dan menggoreng.
Masakan Tionghoa sebenarnya tidak memiliki rasa yang kaya, rumit, dan kompleks seperti masakan nusantara.
Kalau kita bicara mengenai Gastronomi Indonesia khususnya di Singkawang, Kak Niken sebenarnya cukup penasaran, “Kenapa menggunakan sebutan gastronomi daripada wisata kuliner?”
Bahan baku TionghoaUsut punya usut, wisata gastronomi lebih kepada seni atau ilmu memasak, memahami kandungan dalam makanan dan cara memasak makanan agar bermanfaat untuk kesehatan, serta bagaimana cara menikmati makanan enak tersebut.
Bagi kita yang gemar menikmati makanan enak, sejarah, budaya, ilmu memasak, dan kesehatan makanan, bisa melakukan wisata gastronomi. Salah satunya dengan cara menghadiri event seperti kami ini.
Baca juga:
* Kembali ke dapur dengan Chalarasa
* Molali donat kentang frozen
Makanan Khas Cang Nyiat Pan
Ada beberapa sajian wajib yang biasanya dihidangkan dalam perayaan Cap Go Meh. Makanan tersebut memiliki makna tersendiri dan telah dipercaya secara turun temurun hingga saat ini.
Yuan Xiao/Wedang Ronde (pict by Aksara Pangan)-
Yuan Xiao
Berbicara tentang kuliner Singkawang, pada saat Cang Nyiat Pan, ada Yuan Xiao atau juga kerap disebut Tang Yuan. Merupakan makanan berbentuk bola-bola yang terbuat dari tepung beras. Bila ditilik dari namanya, Yuan Xiao mempunyai arti “malam di hari pertama”.
Tang Yuan atau sebutan lain dari wedang ronde, adalah menu peranakan yang wajib ada dalam perayaan. Tang Yuan merupakan sajian asli Tiongkok yang mempengaruhi terciptanya wedang ronde di Indonesia.
Bapak Hasan menjelaskan bahwa, “Dilihat dari segi budaya, kaitannya dengan kebersamaan antar keluarga yang merayakan.” Dia menambahkan, “Bentuk bulat Tang Yuan dan mangkuk yang digunakan merupakan simbol kebersamaan keluarga,”.
-
Kue Keranjang
Kak Niken ingat sekali, dulu saat masih usia Sekolah Dasar, alm. Bapak sering kali mendapatkan kue keranjang dari teman sekantornya. Ternyata bagi masyarakat Tionghoa kue ini sebagai persembahan untuk mengucapkan terima kasih dan memohon keselamatan.
-
Lontong Cap Go Meh
Lontong Cap Go Meh berasal dari dua budaya yang berbeda yakni, Jawa dan Tionghoa. Lontong yang digunakan dibungkus dengan daun pisang dan bentuknya yang panjang sebagai simbol panjang umur.
-
Jeruk
Kami sekeluarga suka sekali dengan buah yang satu ini. Bagi masyarakat Tionghoa jeruk adalah simbol kemakmuran, maka wajib ada saat perayaan Imlek atau Cang Nyiat Pan.
ChoipanTak hanya 4 hidangan tersebut, kuliner berikutnya adalah kue Choipan Singkawang. Choipan, dari beberapa website dan buku mirip dengan makanan China itu zouzy. Zouzy itu tiap kelipatan mengandung unsur kehidupan.
Semakin banyak kelipatannya akan semakin baik. Filosofinya, jika disusun secara lurus maka hidup akan semakin maju. Juga terdapat menu yang masih tetap terjaga kekhasannya yaitu bubur pedas, bubur gunting, serta mie dan tiaw.
“Kehadiran kuliner Tionghoa memberi warna bagi kuliner Indonesia,” Chef Wira.
Dari Rumahan Menjadi Komoditas Culinary Tourism
Pada event Aksara Pangan ini kita melihat lebih dalam mengenai komoditas kuliner Singkawang. Dulunya, kuliner Singkawang hanya sebagai makanan rumahan, lebih sering masak dan makan di rumah.
Bagi orang yang makan di rumah makan atau di warung, justru dianggap orang yang tidak punya keluarga atau orang asing yang datang ke Singkawang. Alhasil dengan lebih sering makan di rumah maka sebagian besar pria dan wanita Singkawang pandai memasak.
Namun akhirnya masyarakat Singkawang jadi lebih berkembang, seperti merantau atau bekerja kantoran. Dengan begini mereka lebih sering makan diluar alias membeli makan. Inilah yang melatarbelakangi kuliner Singkawang lebih mengglobal.
Itulah sebentuk seni dari tanah Singkawang yang dilatar belakangi oleh budaya Cang Nyiat Pan.
Baca juga:
* Bolu Cinta Siliwangi
* Cara memasak dengan kompor gas
Sungguh menarik tentang Cang Nyiat Pan ini, apalagi ternyata keragaman kuliner pada saat imlek ini sungguh luar biasa banget ya. Aku suka sama lontong cap go meh.